'D'Love': Kesedihan yang Artifisial

KWARTETWO.COM: Jakarta - Kasus Century yang tempo hari sempat menghebohkan jagad pemberitaan di Tanah Air tapi kemudian menguap begitu saja itu, akhirnya menyeret salah seorang pejabat sebagai tersangka. Itu terjadi dalam film terbaru karya sutradara Helfi Kardit berjudul 'D'Love' yang antara lain menjadi panggung kembalinya Ahmad Albar sebagai aktor untuk pertama kalinya sejak 1979.



Dalam laporan berbagai media, peran rocker kribo itu sebagai seorang pria gay tua mendapat perhatian khusus, dan menjadi "jualan" utama. Namun, 'D'Love' sama sekali bukan film (tentang) gay. 



Film ini dibuka sebagai sebuah kisah kemarahan anak muda: dua lelaki bertelanjang dada sedang bertarung di dalam kotak kerangkeng dikerubuti penonton yang bersorak-sorak sambil memegang uang taruhan. Tampak anak kecil yang begitu bersemangat meneriakkan nama jagoannya.



Lalu, sekilas, kamera menyorot seorang cewek yang berbalik pergi setelah memotret acara adu manusia itu. Adegan selanjutnya: jagoan muda kita yang memenangkan pertarungan itu sedang melepas kepenatan dan ketegangan usai bertarung, dan menikmati suasana dengan seorang cewek yang lain lagi, dan anak kecil tadi.



Sinopsis yang dirilis pihak produser menyebutkan bahwa Elmo (Agung Saga) lari dari rumahnya dan menjalani kehidupan liar sebagai seorang petarung aduan karena kecewa pada ayahnya yang koruptor. Di layar, kita diberi satu satu petunjuk kecil yang memperlihatkan Elmo sedang menonton TV di sebuah warung rokok pinggir jalan yang menayangkan berita penangkapan "pejabat pertama yang menjadi tersangka kasus Century".



Adegan selanjutnya memberitahu kita bahwa di luar kehidupan gelapnya itu, Elmo adalah seorang anak SMU dengan segala kisah cintanya. Cewek yang suka menemaninya bertarung tadi adalah Neina (Rebecca Reijman) dan yang diam-diam suka menonton dari jauh dan memotret adalah April (Aurelie Mouremans). Mereka bertiga satu sekolah. 



Neina diperkenalkan sebagai cewek miskin yang tinggal berdua saja dengan neneknya yang sakit-sakitan. Pada suatu ketika, seorang perempuan berambut cepak mencarinya, bahkan sampai mencegatnya di sekolah. Ternyata, dia germo.



Dan....oh, jadi..."selama ini" Neina itu pelacur? Sementara, April tinggal di rumah besar nan mewah, ke mana-mana diantar sopir dan jago main piano. Ia tinggal bersama lelaki yang dipanggilnya ayah (diperankan Ahmad Albar), tapi kok si ayah ini pacaran dengan sesama lelaki? Lewat sebuah percakapan kita pun kemudian tahu, April ini ternyata anak adopsi. 



Tiga "cerita" itu --Elmo dan sahabat kecilnya Bocor (Rizky Adrianto), Neina dan neneknya yang sakit-sakitan, dan April dengan ayah gay-nya yang selalu gelisah dan takut kehilangan orang(-orang) yang dicintainya-- lambat laun mengerucut, bertemu di satu titik, sebagai sebuah kisah cinta segitiga remaja SMU.



Sampai di sini, kita mulai merasa banyak hal yang tidak relevan, terasa seperti tempelan. Misalnya fakta bahwa Neina itu (pernah jadi) pelacur. Juga, fakta bahwa ayah April seorang gay. Atau, okelah, mungkin kita bisa melihat film ini sebagai sebuah mozaik, potongan dari cerita-cerita yang mencoba menyusun dirinya sendiri-sendiri. Toh, tetap saja, kita akan menangkapnya sebagai sesuatu yang tak utuh. 



Dengan ilustrasi musik yang lebih terasa mendikte ketimbang membangun mood, film ini begitu ngotot ingin mengusik penontonnya dengan melankolia dari luka-luka kehidupan akibat rasa kehilangan dan cinta yang gagal. Namun, terlalu malas menggali akar persoalannya sehingga semua terasa begitu artifisial, serba permukaan.



Ayah Aprillia yang akhirnya ditinggalkan sama pasangannya, misalnya, hanya diceritakan lewat dialog. Betapa pun sedihnya Ahmad Albar memerankan adegan itu, namun kita tetap butuh gambar yang bercerita sendiri, bukannya "informasi" lewat dialog. Begitulah, cerita yang pada dasarnya dangkal-klise, diperparah dengan plot yang lemah dan mau cari gampangnya saja. Hampir seluruh usaha dari film ini diarahkan untuk mengiring mood penonton dan menciptakan suasana sedih. 



Aurelie Mouremans tidak meyakinkan berakting sebagai cewek yang berusaha merebut simpati dan cinta dari cowok yang diam-diam dia kagumi. Tapi, Rebecca Reijman cukup berhasil menghidupkan sosok cewek munafik yang pura-pura mendukung ketika April jadian sama Elmo, padahal sebenarnya selama ini dia mencintai petarung itu. Agung Saga dengan wajah imutnya yang berkali-kali di-close up, dan gaya rambut ala anak-anak serial ACI zaman TVRI, terlihat realistis pada setiap adegan pertarungan. Tapi, siapa yang percaya kalau dia anak orang kaya yang sedang melakukan perlawanan, coba? 



Yang sungguh meleset dari dugaan adalah aktor cilik pendatang baru Rizky Adrianto sebagai botoh yang selalu bertaruh untuk Elmo. Pada kemunculan awalnya, dia sangat berisik, dengan gaya yang terkesan dibuat-buat, sok-kasar, dan membuat kita ingin menjitaknya. Tapi, lama-lama ia berhasil mencuri perhatian. Celetukan-celetukan ngocolnya yang "dewasa sebelum waktunya" mampu menghidupkan setiap scene yang ada dirinya. Sampai akhirnya kita bisa dibuat tertawa setiap kali dia berseru, "Bego lu, Mo!" Pada akhirnya, anak inilah yang menyelamatkan film ini dari kehancuran total, dengan akting-nya yang luar biasa pada adegan sedih di akhir cerita.



Kalau Anda sampai menitikkan airmata di akhir film ini, itu bukan karena tokoh-tokoh dalam "D'Love" berhasil membuat kita bersimpati --oh, bahkan kita sudah tidak peduli ketika kemudian Neina kembali melacur lagi. Melainkan, percayalah, itu semata karena kecemerlangan akting Rizky Adrianto.