Muhammad Al-Baz dalam bukunya “Arabic Kamasutra” menulis, tujuan yang ingin mereka capai adalah mengeluarkan air mani yang telah terkumpul akibat nafsu mereka yang bergejolak. Jika mereka telah mencapai puncak kenikmatan itu, maka nafsu mereka kembali tenang dan tidak bergejolak lagi.
Sejak nafsu mereka mulai bangkit sampai mereka mengeluarkan air mani dan merasakan kenikmatan yang lama, mereka berada dalam kondisi yang sangat menyenangkan. Jika salah satu dari mereka lebih dahulu mengeluarkan air maninya sebelum pasangannya mengeluarkannya, maka kenikmatan yang dirasakan oleh pasangannya itu terputus, sehingga ia tidak lagi merasa senang dan berharap akan melanjutkan persanggamaan kembali untuk memperoleh puncak kenikmatan.
Apabila setelah jeda waktu tertentu mereka kembali melakukan persanggamaan, maka si pasangan tadi akan lebih merasa lelah, bahkan bisa jadi kenikmatan yang dirasakannya lebih sedikit. Hal seperti ini dipandang tidak baik karena menyakit (perasaan dan tubuh) pasangan.
Jika puncak kenikmatan yang mereka cari dapat mereka capai pada waktu yang sama, maka itu adalah hal yang paling baik dan dapat lebih melanggengkan cinta mereka. Cara-cara yang dapat ditempuh untuk mencapai hal itu adalah sebagai berikut:
1. Suami mengetahui daerah-daerah sensitif dari tubuh istrinya yang mudah terangsang dengan sedikit gerakan. Kemudian memilih antara cepat mengeluarkan mani dan lambat mengeluarkannya karena nafsu terjadi (bergejolak) akibat berlebihan suhu panas dan udara yang menggerakan air (mani) yang telah dimatangkan secara alami. Setelah itu, hendaknya ia membicarakan ihwal persanggamaan dan kenikmatannya. Hal yang paling penting dapat menopang itu semua adalah hati yang gembira dan bebas dari segala kesedihan.
2. Suami hadir di hadapan istrinya dengan penampilan yang terbaik, memakai wewangian yang harum, dan tidak langsung mengajaknya bersanggama dengan cara yang kasar, tapi terlebih dahulu melakukan pemanasan (senda gurau) dan bercanda, sehingga dengan begitu hatinya menjadi senang dan gembira.
3. Suami tidak menyetubuhi istrinya dengan perutnya yang masih mengenakan ikat pinggang dan rambut yang masih terikat. Tetapi, sebaiknya ia melepaskan ikat pinggangnya serta ikatan rambutnya terlebih dahulu, lalu menyerahkan tubuhnya kepada pasangannya dengan pasrah, agar ia dapat melakukan apa saja yang dikehendakinya.